Apa yang sedang Terjadi antara AS dan Venezuela?


Selama dua bulan terakhir, Amerika Serikat memperkuat kehadiran militernya di Laut Karibia dengan skala yang sangat besar jika dibanding beberapa dekade terakhir. Langkah ini diklaim sebagai bagian dari operasi pemberantasan narkotika. Serangan di wilayah Karibia dan sisi Pasifik Amerika Selatan yang menewaskan para penyelundup narkoba sekaligus apa yang disebut “teroris.” juga telah terkonfirmasi. Namun, Apa yang sedang terjadi antara AS dan Venezuela? Nah, ini dapat kita ulik mulai dari rencana AS untuk menangkap Presiden Venezuela, Nicolás Maduro. 

Setelah kematian Hugo Chávez di tahun 2013, Nicolás Maduro menggantikan posisi kepresidenan. Pada pemilihan presiden Venezuela tahun 2018 menuai banyak kritikan karena dianggap tidak demokratis. 

Ketika Maduro mengambil sumpah untuk masa jabatan kedua pada Januari 2019, Majelis Nasional Venezuela yang dikuasai oposisi menyatakan pelantikannya tidak sah. Langkah ini diikuti oleh penolakan pengakuan dari puluhan negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan sebagian besar anggota Uni Eropa yang tetap menganggap pemilihan tersebut tidak legitimate

Pada Maret 2020, AS mengumumkan dakwaan kriminal terhadap Nicolás Maduro dan sejumlah pejabat tinggi Venezuela. Mereka dituduh terlibat dalam konspirasi narkoterorisme dan penyelundupan kokain ke Amerika Serikat. Dakwaan tersebut menyebut Maduro berkolaborasi dengan kelompok bersenjata Kolombia, FARC (Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia)dalam kegiatan penyelundupan narkotika berskala besar. AS menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya Maduro untuk memperkaya diri dan memperkuat kekuasaannya melalui jaringan narkoba yang disebut Cartel de los Soles (Cartel of the Suns). Maduro menolak semua tuduhan ini.
 
Awalnya AS pada 2020 menawarkan hadiah sebesar 15 juta dolar bagi siapa pun yang memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan atau penuntutan Maduro. Imbalan tersebut kemudian meningkat menjadi 25 juta dolar, dan pada Agustus 2025 dinaikkan lagi menjadi 50 juta dolar. 

Poster reward 50juta USD yang diunggah oleh Department of States AS

Pengalokasian Angkatan Militer di Perairan Karibia

Sebagai langkah Trump untuk serius memerangi narkoba dan kartel, peningkatan aset militer Amerika Serikat di Laut Karibia menjadi sangat signifikan pada akhir tahun 2025. Peningkatan besar-besaran ini bermula pada Agustus 2025, ketika pengerahan kekuatan udara dan laut ke Karibia bagian selatan dengan tujuan resmi untuk menghadapi kelompok kartel narkoba dilakukan. 

Misi ini secara eksplisit dinyatakan sebagai operasi kontra-narkotika (counter-drug trafficking), bukan sekadar latihan militer biasa. Eskalasi semakin ditingkatkan pada 24 Oktober 2025 dengan pengumuman pengerahan kapal induk USS Gerald R. Ford ke kawasan tersebut.  

AS juga melaksanakan latihan udara dan laut di wilayah tersebut: Sebuah misi latihan dengan bomber Dua unit B-1B dan kemudian B-52 yang melintasi karibia sebagai bagian demonstrasi serangan pembom, serta; Latihan lainnya melibatkan helikopter operasi khusus di sekitar wilayah Trinidad & Tobago melibatkan MH-6M (Little Birds)  dan F-35. 

Ketegangan Venezuela dengan Trinidad dan Tobago 

Venezuela telah menyatakan Perdana Menteri Trinidad dan Tobago, Kamla Persad-Bissessar, sebagai persona non grata dan melarangnya masuk ke Venezuela. Tindakan ini merupakan puncak dari ketegangan antara kedua negara mengenai peningkatan aktivitas militer Amerika Serikat di Laut Karibia. Persad-Bissessar telah secara terbuka menyambut angkatan militer yang di mana Maduro mengecam hal itu sebagai ancaman militer ilegal dan menuduh AS berusaha menggulingkan pemerintahannya. 

Untuk itu, Maduro memerintahkan penangguhan segera kesepakatan gas utama dengan Trinidad dan Tobago. Sebagai tanggapan, Trinidad dan Tobago sedang mempertimbangkan "deportasi massal" imigran tidak berdokumen yang sebagian besar adalah warga Venezuela. 

Bantahan AS atas Rencana Serangan ke Venezuela 

Pada 31 Oktober 2025, Miami Herlad memberitakan AS siap menyerang target militer di dalam Venezuela. Berita ini kemudian dibantah Trump dengan menjawab singkat, “Tidak.” Menyusul itu, Menlu AS Marco Rubio menyampaikan pesan serupa menanggapi artikel Miami Herald yang mengklaim bahwa AS siap menyerang Venezuela. 

Rubio dalam unggahannya menyebut, "Your 'sources' claiming to have 'knowledge of the situation' tricked you into writing a fake story" menanggapi unggahan Miami Herald.