·
Pengertian
dan Penyebab Fenomena Shoushika yang Dialami Jepang
Menurut Kono dalam Widiandari
(2016: 34), Shoushika adalah tingkat kelahiran yang terus menurun, sehingga
antara generasi satu dengan generasi yang lain kehilangan populasi pengganti. Artinya,
shoushika merujuk pada situasi di mana jumlah kelahiran secara terus-menerus
menurun, yang mengakibatkan populasi generasi muda menjadi berkurang secara
signifikan, dan hal ini dapat mengancam kelangsungan hidup generasi yang
mendahului mereka.
Kemunculan fenomena Shoushika di Jepang ini dilatarbelakangi oleh beberapa penyebab, seperti:
- Berkembangnya paham feminisme di Jepang yang mendorong perkembangan peran wanita
- Semakin meningkatnya jumlah wanita yang bekerja, yang kemudian berdampak pada penundaan perkawinan atau memiliki keturunan
- Maraknya idealis tentang childfree yang membuat para wanita Jepang merasa lebih baik untuk tidak memiliki anak
- Kebijakan pemerintah Jepang yang lebih menekankan pada ekonomi, sehingga para wanita lebih mengutamakan karirnya
- Kuatnya budaya atau gaya hidup yang cenderung individualistik sehingga mendorong adanya kemandirian wanita dan perubahan pada peran gender
- Kecanggihan teknologi yang membuat para penduduk merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri tanpa menikah
·
Potensi Dampak Fenomena Shoushika di Jepang terhadap peluang Bonus Demografi Indonesia
Setelah melihat berbagai pembahasan dari fenomena Shoushika di Jepang, terdapat beberapa potensi dampak bagi Indonesia yang teridentifikasi, yaitu:
- Fenomena Shoushika di Jepang bisa saja mempengaruhi tingkat peluang Bonus Demografi Indonesia menjadi berkurang. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi asing dengan budaya Jepang dan tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat akan menjadikan budaya di sana sebagai “role model” untuk gaya hidup mereka.
- Lalu, berdasarkan penelitian dari Ningtias (2022: 89) Indonesia mengalami penurunan angka pernikahan dalam 10 tahun terakhir yaitu 2011-2021 berdasarkan data yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022. Di mana, dalam penelitian tersebut, Ningtias (2022) juga menjelaskan bahwa hal ini mirip dengan fenomena Shoushika yang terjadi di Jepang. Penyebab dari penurunan perkawinan di Indonesia disebabkan oleh pemikiran modern yang dianut wanita dengan lebih mengutamakan pendidikan dan karirnya. Lalu, kesulitan ekonomi juga mendorong para wanita Indonesia untuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya. Menurunnya ketertarikan wanita terhadap keuntungan berumahtangga dan kesenangan hidup sendiri di usia muda juga menjadi penyebab dari penurunan tersebut. Sehingga, hal ini jelas memberikan potensi dampak bagi peluang bonus demografi Indonesia yang mungkin akan terhambat.
·
Antisipasi Indonesia terhadap Shoushika di Jepang
Berikut beberapa rekomendasi langkah antisipatif yang mungkin bisa dilakukan oleh Indonesia untuk terhindar dari fenomena Shoushika di Jepang, antara lain:
- Meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi di Indonesia agar tidak menyebabkan keterpurukan ekonomi bagi sebagian masyarakat yang kemudian enggan menikah dan memiliki keturunan. Kemiskinan di Indonesia perlu ditangani agar tidak semakin meningkat dan berdampak pada permasalahan lainnya, seperti fenomena Shoushika.
- Membuat kebijakan yang seimbang antara kenaikan populasi dan penurunan populasi, sehingga tidak terjadi ancaman punah terhadap generasi muda atau pertumbuhan penduduk yang terlalu berlebihan.
- Melakukan pencatatan pernikahan dengan cermat dan teliti, serta melakukan sosialisasi terkait pentingnya pencatatan tersebut. Hal ini dikarenakan telah ditemukan dari beberapa penelitian bahwa banyak pernikahan yang tidak tercatat dengan baik dan benar sehingga tidak terdata secara akurat.
- Turut mengantisipasi maraknya perceraian yang terjadi di Indonesia yang kemudian mendorong para penduduk usia muda untuk tidak menikah di masa depan. Hal ini bisa dilakukan dengan penyampaian edukasi terkait persiapan pernikahan yang efektif bagi masyarakat.
| Referensi