Idealisme-Realisme: Pendekatan dalam Studi Hubungan Internasional

                  

             Studi hubungan internasional terbentuk atas dasar harapan dalam penyelesaian konflik antar negara. Perang Dunia pertama telah membuat banyak kerugian yang dihadapi akibat perang tersebut, berdasarkan hal tersebut, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah terjadinya perang. Dalam menanggapi isu hubungan internasional, para sarjana menekankan beberapa pendekatan sebagai cara untuk memahami fenomena hubungan internasional. Artikel ini akan dibahas dua pendekatan yang dominan dibicarakan dalam studi hubungan internasional, yaitu Idealisme dan Realisme. 

        
        Idealisme merupakan pendekatan yang dominan dikaji setelah usainya Perang Dunia pertama. Pendekatan ini menekankan moral dan norma dibanding penekanan terhadap kepentingan nasional. Idealisme memberikan pemahaman keamanan kolektif (collective security) yang merupakan sistem di mana masing-masing negara anggota menerima asumsi bahwa keamanan suatu negara merupakan perhatian dari semua negara anggota dan dapat bersama-sama mengatasi agresi. Pemahaman Idealisme ini diterapkan dalam Liga bangsa-Bangsa yang pada saat itu merupakan organisasi internasional yang didirikan sebagai upaya menjaga perdamaian dunia usai Perang Dunia I. Liga Bangsa-Bangsa (LBB) ini berdiri atas asumsi Idealisme yang menyatakan bahwa manusia itu pada dasarnya kooperatif di mana secara naluriah akan saling bekerja sama satu sama lain untuk menciptakan perdamaian. 

        Selang 20 tahun usai Perang Dunia I, dunia diguncangkan kembali dengan Perang Dunia II. Pecahnya Perang Dunia ke-II menurunkan eksistensi Idealisme dalam studi hubungan internasional karena pemahaman Idealisme ini dieksperimenkan dalam Liga Bangsa-Bangsa, di mana LBB sendiri dianggap tidak mampu dalam menjaga perdamaian dunia. Ketidakpercayaan pada pendekatan Idealisme melahirkan pendekatan baru yang disebut Realisme. Pendekatan Realisme mengkritik keras atas anggapan Idealis yang menyatakan bahwa manusia itu kooperatif dan mau di ajak bekerja sama. 

        Pendekatan Realisme sendiri menangkal bahwa keaman kolektif (collective security) tidak dapat diaplikasikan dalam mencegah perang, menurut Realis, hal tersebut tidak sesuai dengan motivasi yang dimiliki masing-masing negara. Realis mengkritik Idealisme yang menyatakan negara-negara pada umumnya dapat bekerja sama dalam mengesampingkan kepentingannya untuk saling membantu satu sama lain. Bagi realis, sistem keseimbangan kekuatan (Balance of Power) lebih bisa dipertimbangkan dalam mencegah perang. Dalam sistem keseimbangan kekuatan, setiap negara menjaga keamanannya sendiri dan menghalangi agresi negara lain dengan saling membentuk aliansi pertahanan, sehingga terciptalah perdamaian. Berbeda dengan asumsi keamanan kolektif yang menyatakan bahwa setiap negara dapat bersama-sama membentuk keamanan, keseimbangan kekuatan menyatakan bahwa setiap negara wajib mempertahankan keamanannya sendiri-sendiri. Keseimbangan keamanan menekankan bahwa setiap negara pada dasarnya memiliki kepentingannya masing-masing dan oleh karena itu setiap negara harus membentuk pertahanan masing-masing sebagai upaya pencegahan agresi negara lain. 

        Realisme menganggap bahwa negara, yang merupakan aktor dalam hubungan internasional menggunakan instrumen politik luar negeri yang dituntun oleh kepentingan nasional. Pendekatan Idealisme yang diaplikasikan dalam Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang menyatakan bahwa manusia itu koperatif dan memandang isu hubungan interanasional dengan penuh optimisme, Realisme memandang manusia itu egois dan memandang isu hubungan internasional dengan pesimistik. 

Source: 
  • Ambarwati, Subarno Wijatmadha. (2016). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Malang Intrans Publishing.
  • Hadiwinata, B. S. (2017). Studi dan Teori Hubungan Internasional: Arus Utama, Alternatif, dan Reflektivis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.