Bagaimana proses awal berkembangnya isu keamanan global dalam HI?
Hubungan internasional adalah ilmu yang bersifat dinamis dan selalu mengalami perkembangan, sehingga kajiannya akan terus menjadi lebih kompleks dan terbarui. Dalam perkembangannya, salah satu fokus yang tak pernah terpinggirkan dari isu-isu sentral dalam hubungan internasional adalah isu keamanan. Keamanan merupakan suatu fokus yang merujuk pada bagaimana negara berupaya untuk melindungi diri dan terhindar dari ancaman. Pada awalnya, keamanan dalam definisi tradisional hanya mencakup keamanan yang berhubungan negara dan usahanya untuk menghadapi kekuatan militer dari negara lain. Namun, menurut Buzan, Waever, dan Wilde (dalam Trihartono, et al., 1998), secara modern keamanan juga berfokus pada aktor non-negara dan ancaman non-militer.
Dalam ruang lingkupnya, fokus keamanan juga berkembang menjadi lebih luas. Berawal dari keamanan yang difokuskan pada skala nasional, di mana keamanan dalam hal ini mengacu pada keamanan domestik suatu negara saja yang meliputi aspek-aspek seperti perlindungan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan kepentingan nasional negara itu sendiri. Seiring dengan pergantian zaman, keamanan telah berkembang dalam skala internasional yang melibatkan lebih dari satu negara dalam proses penanganan suatu isu keamanan (Perkasa, 2022).
Kemudian, isu keamanan internasional mengalami perkembangan menjadi isu keamanan global, yang artinya meluas ke seluruh dunia. Keamanan global berkembang dari kebutuhan alam dan banyak kegiatan lainnya, khususnya globalisasi, yang telah ditempatkan pada negara. Interkoneksi dan interdependensi global antar negara yang dialami dunia sejak berakhirnya perang dingin, mendorong negara-negara untuk lebih banyak bekerja sama dalam menangani isu keamanan (Osisanya, 2014). Masalah keamanan global yang pernah dipandang sebagai ancaman keamanan periferal, masalah kesehatan, lingkungan, kejahatan, migrasi, kemiskinan ini menimbulkan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi komunitas internasional di dunia yang semakin mengglobal.
Hal-hal yang telah dipaparkan juga berkaitan dengan kemunculan hukum dan organisasi internasional yang mendorong kerjasama antar negara-negara di dunia untuk menjaga keamanan global. Namun, tidak ada jaminan bahwa kooperasi yang dijalin oleh negara-negara ini akan berjalan dengan efektif. Kerjasama yang dibangun seringkali tidak semata-mata berdasarkan pada kepentingan bersama yang berujung pada terciptanya perdamaian. Kebersamaan mereka dalam menangani isu keamanan global tak jarang ditunggangi oleh kepentingan nasional masing-masing negara, seperti pandangan utama yang ditawarkan oleh realisme. Pemikiran skeptis dari realisme ini menyatakan bahwa sebesar apapun perubahan yang terjadi pada dunia, negara tetap akan menjadi aktor utama yang tak tergantikan.
Lalu, bagaimana urgensi keamanan global dalam pandangan realis?
Realisme bertumpu pada dua titik utama, yaitu negara memiliki peran terbesar, dan pertentangan antara berbagai pihak untuk memperoleh, merebut, serta mempertahankan kekuasaan. Pertarungan antara negara-negara yang terjadi dalam ranah politik global dalam hal perebutan kekuasaan ini dianggap sebagai latar belakang dari banyak peristiwa politik dunia (Wattimena, 2017). Para realis menganggap bahwa perkembangan isu yang terjadi di dunia merupakan hasil dari pertentangan antar negara di dunia yang pada akhirnya memengaruhi keamanan global.
Walt (dalam Walt (2017), 1991) menyatakan bahwa dalam teori realis, “keamanan” secara umum didefinisikan sebagai keamanan negara dan memberi penekanan khusus pada pelestarian integritas teritorial negara dan keamanan fisik penghuninya. Rasa “aman” dalam hal ini akan tercapai jika negara berhasil melindungi dirinya dari ancaman yang berasal dari negara lain atau ancaman eksternal lainnya dalam upaya mempertahankan kedaulatan dan nilai-nilai politik mereka. Menurut Buzan (1983) dan Booth (2007) (dalam Walt, 2017), jika dikaitkan dengan keamanan global yang lekat dengan dunia masa kini, konsep keamanan ini dapat dikontraskan dengan definisi alternatif “keamanan” yang berfokus pada tingkat individu atau global dan tidak mengistimewakan negara, atau yang mencakup ancaman tanpa kekerasan terhadap kehidupan manusia seperti penyakit atau degradasi lingkungan, kejahatan domestik, kesulitan ekonomi, atau ancaman terhadap otonomi budaya atau identitas.
Jadi, seperti apa penyelesaian isu keamanan global dalam perspektif realisme?
Keamanan global memiliki tantangan utama berupa konsep kompleks keamanan, sebuah kondisi yang membuat masalah keamanan negara-negara menjadi saling berhubungan secara mendalam sehingga kebutuhan keamanan suatu negara tidak dapat dipertimbangkan secara realistis tanpa mempertimbangkan kebutuhan keamanan negara lain. Ketakutan dan ancaman dari kompleks keamanan inilah yang kemudian menimbulkan adanya persaingan di antara negara-negara di dunia. Persaingan ini dapat diatasi dengan penjalinan kerjasama yang hanya dapat ditemukan dalam inisiatif keamanan global di antara negara-negara itu sendiri (Osisanya, 2014).
Keberadaan hukum internasional yang berkembang dari waktu ke waktu juga diharapkan dapat mendukung proses penyelesaian isu keamanan global. Menurut Setiadi (2015), hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara. Sehingga, hukum internasional menjadi penting untuk menjaga keamanan di lingkungan global melalui adanya perjanjian internasional, prinsip umum hukum, hukum adat internasional, serta resolusi dari putusan pengadilan internasional.
Meski demikian, realisme tetap menunjukkan skeptisisme atas keberadaan hukum internasional sebagai solusi untuk menjaga keamanan global. Titik utama dari pandangan ini bertumpu pada efektivitas hukum internasional yang akan berlaku apabila diakui aktor yang bersangkutan, yang dalam hal ini sebagian besar adalah aktor negara. Apabila negara tidak meratifikasi atau tidak ingin mengakui hukum internasional, maka hukum itu tidak bisa berlaku dengan efektif. Hal ini dapat terlihat melalui salah satu contoh kasus sengketa Laut China Selatan (LCS). Dilansir dari CNBC Indonesia (2020), meskipun ada hukum internasional, yakni Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), China seakan tidak acuh dan bahkan semakin berani untuk mengklaim sepihak, setidaknya 80% kawasan di perairan ini. Kasus ini menunjukkan bahwa pengakuan suatu negara terhadap hukum internasional merupakan hal utama yang harus diperoleh sebelum menggunakan hukum internasional sebagai instrumen dasar dalam menyelesaikan suatu isu yang mengganggu keamanan internasional.
Kemudian mengenai adanya organisasi internasional, aktor ini juga diharapkan menjadi wadah yang dapat berperan aktif dalam menyelesaikan isu keamanan global. Realisme juga tidak bisa sepenuhnya menganggap organisasi internasional sebagai solusi utama bagi permasalahan keamanan global. Walaupun dalam beberapa kasus terdapat pihak-pihak dari organisasi internasional yang berhasil menyelesaikan konflik yang terjadi, namun peran mereka tetaplah mendapatkan dukungan kuat dari negara-negara yang bersikap di dalamnya. Keberhasilan tersebut tetap akan bergantung pada keputusan negara-negara yang tergabung di dalamnya.
Salah satu contohnya adalah Liga Bangsa-bangsa (LBB) yang merupakan organisasi internasional pertama di dunia. Banyak kesuksesan yang diraih, organisasi tersebut gagal dalam memberhentikan agresi militer, yang kemudian membuat otoritas LBB berkurang (Perkasa, 2022). Lalu, LBB yang kemudian digantikan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga tak menunjukkan peran konsisten dari organisasi internasional dalam menyelesaikan permasalahan keamanan global. Keberadaan PBB tetap menunjukkan peran dominan dari negara-negara yang tergabung di dalamnya, terutama para negara besar. PBB seringkali menjadi wadah untuk memenuhi kepentingan dari negara-negara tertentu. Selain itu, adanya hak veto yang dimiliki olehlima negara adikuasa, yaitu Amerika Serikat, China, Perancis, Inggris, dan Rusia juga mencerminkan dominasi peran negara yang ada di dalam PBB.
Pada akhirnya, pemikiran para realis mengenai negara adalah aktor yang paling utama menjadi relevan dengan hal ini. Sesuai dengan konsep State interest, negara akan cenderung bersikap pragmatis terhadap hukum internasional dan organisasi internasional dengan pertimbangan bahwa kepentingan inti dari negaranya sendiri tidak boleh terganggu. Jadi, negara akan menggunakan hukum internasional sesuai kebutuhannya. Sejalan pula dengan konsep Law Enforcement pada teori realisme, bahwa penegakan hukum internasional tidak bisa diserahkan kepada organisasi internasional, melainkan hanya bisa ditegakkan oleh negara. Jadi, pada kesimpulannya hanya negara dan koalisinya yang akan tetap menjadi penjamin keamanan global.
| Referensi
Arbar, T.F. (24 Juli 2020). 3
Alasan Mengapa China Klaim Laut China Selatan. CNBC Indonesia. Diakses dari: https://www.cnbcindonesia.com/news/20200724161343-4-175213/3-alasan-mengapa-china-klaim-laut-china-selatan
Ardam, S. M,. et al, (2021). Security From The Perspectives Of
Realism, Copenhagen, Liberalism With A Little Taste Of Technology. PalArch’s
Journal of Archaeology of Egypt / Egyptology. Diakses dari: https://www.archives.palarch.nl/index.php/jae/article/view/8573/7998
Booth, K. (2007). Theory of World Security. Cambridge: Cambridge University Press.
Buzan, B. (1983). Peoples,
States and Fear: The National Security Problem in International Relations.
London: Harvester Wheatsheaf.
Martin, A. (2021). Reinterpretasi
Studi Keamanan Dalam Ilmu Hubungan Internasional. Universitas Wahid Hasyim. Diakses dari: https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/LPPM/article/download/5361/3621
Osisanya, S. (20 November 2014).
National Security versus Global Security. UN Chronicle. Diakses dari: https://www.un.org/en/chronicle/article/national-security-versus-global-security
Perkasa. A. W. A.P. (2022). Hukum dan Organisasi Internasional
sebagai Dasar Keamanan Global [Powerpoint Presentation]. Hubungan
Internasional, FISIP UPDM(B).
Perwita, A. A. B. (2008). Dinamika Keamanan dalam Hubungan International
dan Implikasinya bagi Indonesia. Universitas Katolik Parahyangan. Diakses dari:
https://repository.unpar.ac.id/handle/123456789/344
Setiadi, E. (2014). Peranan Hukum Internasional dalam Menjaga
Hubungan Antar Bangsa. Universitas Satya Negara Indonesia. Diakses dari: https://isip.usni.ac.id/jurnal/JURNAL-2%20EFAN%20FISIP-HI%20OK.pdf
Trihartono, A., et al (2020), Keamanan dan Sekuritisasi dalam Hubungan
Internasional. Melvana Publishing. Diakses dari: https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/99470/Artikel%204%20Agus%
20Tri.pdf
Tripp, E. (2013). Realism: The
Domination of Security Studies. E-International Relations. Diakses dari:
Realism: The Domination of Security Studies (e-ir.info).
Walt, S. M. (2017). Realism and
Security. International Studies Association and Oxford University Press. Diakses
dari: https://oxfordre.com/internationalstudies/view/10.1093/acrefore/9780190846626.001.000
1/acrefore-9780190846626-e-286
Watimena, R. A. A. (27 Maret 2017). Keamanan Global dan Peran Kita. Rumah
Filsafat. Diakses dari: https://rumahfilsafat.com/2017/03/27/keamanan-global-dan-peran-kita/