Arab Saudi merupakan sebuah negara yang berada di kawasan Timur Tengah yang memiliki sumber daya potensial berupa Minyak, begitu juga dengan Rusia yang berada di kawasan yang potensial pada komoditas yang sama. Pada 2020, telah terjadi perang harga minyak Rusia dan Arab Saudi yang menimbulkan ketidakstabilan harga minyak pada musim semi 2020 tepatnya di tengah pandemi COVID-19. Pada awalnya, penurunan harga minyak telah terjadi dikarenakan dunia memasuki pandemi COVID-19 di mana permintaan global mulai menurun, hal ini diakibatkan juga pada penurunan produktivitas masyarakat global.
Minyak bumi atau petroleum adalah bahan bakar fosil yang merupakan bahan baku untuk bahan bakar minyak, bensin dan banyak produk-produk kimia dan merupakan sumber energi yang penting. Minyak ini menjadi salah satu sumber energi yang ketahanannya harus terjaga dengan harga yang dapat dijangkau. Arab Saudi dan negara-negara produsen komoditas minyak telah menghadapi berbagai dinamika terkait penjualan minyak global, yang paling bersejarah adalah kiris minyak di tahun 1974 dan 1978. Untuk itu, negara-negara produsen minyak berintegritas pada organisasi yang disebut Organization of Potreleum Exporting Countries (OPEC) pada tahun 1960. OPEC adalah organisasi antar pemerintah dari 13 negara pengekspor minyak yang mengoordinasikan dan menyatukan kebijakan perminyakan negara-negara anggotanya. Rusia dan Saudi Arabia merupakan anggota OPEC dan menjadi negara produsen minyak terbesar di organisasi OPEC.
Pandemi Corona Virus atau yang disebut COVID-19 telah melanda di kota Wuhan pada akhir 2019, pada saat itu sudah ada tanda-tanda antisipiasi global terhadap virus ini. Pada awal tahun 2020, COVID-19 mulai menyebar penjuru dunia dan menyebabkan pengurangan mobilitas antar-negara serta mobilitas masyarakat di dalam negara itu sendiri. Pengurangan mobilitas atau yang disebut lockdown ini membuat perekonomian tidak stabil, banyak industri yang terpaksa memangkas produktivitas dan secara tidak langsung mengurangi pembelian bahan baku. Adanya pemangkasan produktivitas menyebabkan komoditas minyak berkurang dari biasanya dan membuat kelebihan penawaran atau excess of supply pada komoditas ini. Hal ini membuat harga minyak pada level terendah bahkan sejak 2002 lalu dan anjlok hingga 8% (Reuters). Kelemahan ekonomi pada saat itu memang menekan harga minyak, di bulan Maret harga minyak tertekan sangat dalam hingga berada di bawah $30 yang sangat merugikan Arab Saudi, Rusia, dan anggota OPEC lainnya.
Pada isu ketidakstabilan harga minyak ini yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19, OPEC dinilai telah menetapkan kebijakan yang tepat untuk menstabilkan harga minyak global. Ketika terdapat pengurangan secara drastis akan permintaan suatu barang, salah satu cara untuk menjaga kestabilan komoditas adalah dengan mengurangi pasokan barang tersebut. Hukum pasar menyatakan, apabila telah terjadi shortage of demand, supply barang harus dikurangi agar tidak terjadi kelebihan penawaran yang menyebabkan penurunan harga. Pengurangan pasokan minyak harus dilihat dan disesuaikan pada kebutuhan dan permintaan pasar.
Permintaan yang lesu ditambah batas penyimpanan minyak mentah juga mengubah struktur jangka waktu minyak mentah berjangka. Batas penyimpanan dan beberapa masalah logistik selama pandemi dapat menimbulkan banyak ketidakpastian bisa menjadi faktor yang memicu beberapa fenomena ekstrim, seperti harga negatif. Harga negatif mencerminkan kebutuhan perusahaan minyak untuk menyewa kapal tanker untuk menyimpan surplus pasokan (Corbet, Goodwell, & Gunay, 2020). Kehadiran harga negatif ini sebagian besar dapat dikaitkan dengan ketakutan mengenai pengiriman fisik dan biaya penyimpanan yang tinggi.
Sebelum perang harga minyak, Arab Saudi dan Rusia telah berhasil bekerja sama menghadapi tantangan revolusi minyak serpih AS sejak 2016, dan menciptakan aliansi informal yang disebut OPEC+ (13 anggota OPEC dan 10 anggota non-OPEC) pada Desember 2016. Kerja sama ini mempertahankan pangsa pasar Rusia dan negara-negara OPEC dan harga minyak mentah meningkat, berfluktuasi sekitar $60 per barel dari awal 2019 hingga awal 2020 (Ma, Xiong, & Yukun, 2021). Pada bulan Januari 2020, negara-negara anggota OPEC berunding untuk mengatasi penurunan harga minyak tersebut. Pertemuan perundingan OPEC menghasilkan sebuah persutujuan untuk memangkas produksi minyak sebesar 2,1 juta barel per hari (bph). Deklarasi kerja sama OPEC+ itu berakhir pada akhir Maret 2020. Kesepakatan pemangkasan produksi minyak itu dibuat untuk menstabilkan kembali harga minyak yang menurun (Widyastuti & Nugroho, 2020). OPEC melakukan konferensi tingkat tinggi 5 Maret 2020 dan memutuskan pengurangan produksi dengan tambahan 1,5 juta barel per hari, dan meminta Rusia serta anggota lainnya untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan pengurangan produksi tersebut. Namun, pada 6 Maret 2020, Rusia menolak keputusan tersebut. Pengumuman penolakan Rusia itu disambut dengan penurunan harga minyak turun sekitar 10%.
Akibat penolakan Rusia, pemerintah Arab Saudi marah atas respon Rusia yang tidak ingin melaksanakan apa yang menjadi kesepakatan terkait harga minyak. Arab Saudi kemudian memberikan respon kepada Rusia yang tidak ingin mengurangi pasokan dengan cara memberikan diskon harga minyak mentah sebanyak US$ 6 atau US$ 7 per barel kepada Tiongkok. Kemudian, Arab Saudi juga menaikkan jumlah produksi minyak mentah hariannya sebanyak 2 juta barel, dalam kondisi ada excess of supply pada komoditas minyak, Hal ini dilakukan Arab Saudi untuk membalas perbuatan Rusia untuk merebut pangsa pasar dan melakukan permainan harga pada minyak.
Melihat adanya perang harga minyak tersebut, Amerika Serikat sebagai negara yang cukup terdampak pada harga minyak menyampaikan ancaman bagi Arab Saudi. Dilansir dari Reuters, Trump menyampaikan sebuah ancaman untuk membatalkan aliansi strategis 75 tahun, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, yang bisa dilihat juga sebenarnya ini merupakan inti dari kampanye tekanan AS yang mengarah pada kesepakatan global penting untuk memangkas pasokan minyak karena permintaan jatuh dalam pandemi virus corona - mencetak kemenangan diplomatik untuk Gedung Putih. Trump menyampaikan pesan tersebut kepada Mohamed Bin Salman 10 hari sebelum pengumuman pengurangan produksi. Mohamed Bin Salman terkejut dengan ancaman tersebut. Ancaman yang disampaikan oleh Trump menggambarkan keinginan kuat Trump untuk melindungi industri minyak AS dari penurunan harga karena pemerintah menutup ekonomi di seluruh dunia dikarenakan adanya wabah virus COVID-19.
Guncangan harga telah menghapus miliaran dari nilai pasar perusahaan minyak minggu ini, memaksa turun harga saham perusahaan besar termasuk Shell dan BP sekitar 20%, dan meningkatkan kekhawatiran atas dividen. Analis di Rystad telah memperingatkan bahwa harga minyak ini dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan jasa ladang minyak juga karena produsen besar memotong pengeluaran mereka untuk proyek baru. Pengeluaran ini bisa turun $100 miliar pada tahun 2020 dan lebih lanjut $150 miliar tahun depan (The Guardian).
Global yang dihadapkan pada pandemi COVID-19 membuat ekonomi semakin sulit dan menyadarkan bahwa perang ini harus segera dihentikan. Rusia kemudian mempersiapkan pertemuan luar biasa OPEC untuk menegosiasikan beberapa masalah terkait pemotongan produksi, dan mengeluarkan pernyataan resmi bahwa akan memangkas produksi minyak mentah sebesar 10 juta barel per hari (FT, 2020). Pada tanggal 9 April pada Pertemuan Tingkat Menteri OPEC dan non-OPEC ke-9 (Luar Biasa), Rusia setuju akan melakukan itu (OPEC, 2020a), dan perang harga minyak Rusia-Arab Saudi berakhir.
Pertemuan Tingkat Menteri OPEC dan non-OPEC ke-9 (Luar Biasa) diadakan melalui konferensi dalam jaringan, pada Kamis, 09 April 2020, di bawah Ketua HRH Pangeran Abdul Aziz Bin Salman, Menteri Energi Arab Saudi, dan co-Chair HE Alexander Novak, Menteri Energi Federasi Rusia. Dalam pertemuan tersebut, negara-negara penghasil minyak OPEC dan non-OPEC yang berpartisipasi dalam Deklarasi Kerjasama, menegaskan kembali komitmen berkelanjutan mereka dalam Deklarasi Kerjasama untuk mencapai dan mempertahankan pasar minyak yang stabil, kepentingan bersama negara-negara produsen, efisiensi, ekonomi, dan mengamankan pasokan ke konsumen, dan pengembalian yang adil atas modal yang diinvestasikan. Mengingat fundamental tersebut dan perspektif pasar konsensus, Negara-Negara yang Berpartisipasi setuju untuk:
- Menegaskan kembali Kerangka Deklarasi Kerjasama, ditandatangani pada tanggal 10 Desember 2016 dan selanjutnya disahkan dalam pertemuan-pertemuan berikutnya; serta Piagam Kerja Sama yang ditandatangani pada 2 Juli 2019.
- Menyesuaikan ke bawah produksi minyak mentah keseluruhan sebesar 10,0 mb/d, mulai 1 Mei 2020, untuk periode awal dua bulan yang berakhir pada 30 Juni 2020. Untuk periode 6 bulan selanjutnya, dari 1 Juli 2020 hingga 31 Desember 2020, total penyesuaian yang disetujui adalah 8,0 mb/d. Ini akan diikuti oleh penyesuaian 6,0 mb/d untuk periode 16 bulan, dari 1 Januari 2021 hingga 30 April 2022. Baseline perhitungan penyesuaian adalah produksi minyak Oktober 2018, kecuali Kerajaan Arab Saudi dan Federasi Rusia, keduanya dengan tingkat baseline yang sama yaitu 11,0 mb/d. Perjanjian tersebut akan berlaku sampai dengan 30 April 2022, namun perpanjangan perjanjian ini akan ditinjau kembali pada bulan Desember 2021.
- Memanggil semua produsen utama untuk berkontribusi pada upaya yang ditujukan untuk menstabilkan pasar.
- Menegaskan kembali dan memperluas mandat Joint Ministerial Monitoring Committee (JMMC) dan keanggotaannya, untuk meninjau secara dekat kondisi pasar secara umum, tingkat produksi minyak dan tingkat kesesuaian dengan Deklarasi Kerjasama dan Pernyataan ini, dibantu oleh Joint Technical Committee (JTC) ) dan Sekretariat OPEC.
- Menegaskan kembali bahwa kesesuaian Deklarasi Kerjasama harus dipantau dengan mempertimbangkan produksi minyak mentah, berdasarkan informasi dari sumber sekunder, sesuai dengan metodologi yang diterapkan untuk Negara Anggota OPEC.
- Temu pada 10 Juni 2020 melalui webinar, untuk menentukan tindakan lebih lanjut, yang diperlukan untuk menyeimbangkan pasar.
Hal di atas disetujui oleh semua negara penghasil minyak OPEC dan non-OPEC yang berpartisipasi dalam Deklarasi Kerja Sama, kecuali Meksiko, dan akibatnya, perjanjian tersebut tergantung pada persetujuan Meksiko. Perang harga minyak berlangsung sekitar satu bulan, disertai dengan lonjakan cepat kasus COVID-19 global harian. Solusi atas perang ini merupakan urgensi bagi negara anggota OPEC untuk dapat mengakhiri perang harga minyak dan kembali berupaya untuk menstabilkan harga pada komoditas minyak.
REFERENSI
Ambrose, J. (2020, March 11). Saudi Arabia steps up oil price war with big production increase. Retrieved from The Guardian: https://www.theguardian.com/world/2020/mar/11/saudi-arabia-oil-price-war-production-increase-aramco
Amir, R. A. (n.d.). Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia.
Ang, B. W., & Choong, T. S. (2014). Energy security: Definitions, dimensions and indexes. Renewable and Sustainable Energy Reviews.
Corbet, S., Goodwell, J. W., & Gunay, S. (2020). Co-movements and spillovers of oil and renewable firms under extreme conditions: New evidence from negative WTI prices during COVID-19.
Demirbas, A., Al-Sasi, B. O., & Nizami, A. S. (2016). Recent volatility in the price of crude oil. Energy Sources, Part B: Economics, Planning, and Policy.
Gardner, T., Holland, S., Zhdannikov, D., & Gamal, R. E. (2020, April 30). SPECIAL REPORT-Trump told Saudis: Cut oil supply or lose U.S. military support - sources. Retrieved from Reuters: https://www.reuters.com/article/global-oil-trump-saudi/special-report-trump-told-saudis-cut-oil-supply-or-lose-u-s-military-support-sources-idUSL1N2CH29V
Hadiwinata, B. S. (2017). Studi dan Teori Hubungan Internasional: Arus Utama, Alternatif, dan Reflektivis. Jakarta: Obor.
Hanieh, A. (2020). COVID-19 and global oil markets. Canadian Journal of Development Studies.
Karali, B., Ye, S., & Ramirez, O. A. (2018). Event Study of the Crude Oil Futures Market: A Mixed Event Response Model. Journal of Dental Education.
Ma, R. R., Xiong, T., & Yukun, B. (2021, October). National Center for Biotechnology Information. Retrieved from www.ncbi.nlm.nih.gov: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8652835/
Moghaddam, H. (2020). How will the new oil price environment impact the main oil producers. GECF.
Oil plunges 10% after Opec deal collapses. (2020, March 6). Retrieved from BBC: https://www.bbc.com/news/business-51774622
OPEC. (2020). OPEC 178th (Extraordinary) Meeting of the Conference concludes.
OPEC. (2020). The 9th (Extraordinary) OPEC and non-OPEC Ministerial Meeting concludes.
Pebrianto, F. (2020, March 9). Sri Mulyani Bicara Dampak Perang Harga Minyak Arab Vs Rusia. Retrieved from Tempo: https://bisnis.tempo.co/read/1317305/sri-mulyani-bicara-dampak-perang-harga-minyak-arab-vs-rusia
Singh, A. K. (2020). The “Oil War” of 2020 Between Saudi Arabia and Russia. Indian Journal of Asian Affairs, 24-42.
Turak, N. (2020, March 8). Oil nose-dives as Saudi Arabia and Russia set off ‘scorched earth’ price war. Retrieved from CNBC: https://www.cnbc.com/2020/03/08/opec-deal-collapse-sparks-price-war-20-oil-in-2020-is-coming.html
Widyastuti, N. L., & Nugroho, H. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Industri Minyak dan Gas Bumi: Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia. The Indonesian Journal of Development Planning, 166-176.