Kerja sama Internasional terjadi antara lain adalah untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara yang tidak dapat diperoleh dari negara asalnya dan untuk saling memperoleh keuntungan yang terkait dengan kepentingan masing-masing negara. Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, perjanjian nasional adalah persetujuan yang dilakukan oleh dua negara atau lebih dengan tujuan untuk mengadakan hubungan antar negara menurut ketentuan hukum internasional. Perjanjian internasional adalah sebagai satu domain hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara nasional sebagai satu domain hukum yang mengatur bahwa hubungan antar negara-negara nasional secara tidak langsung memberi sudut pandang bahwa hukum internasional terkait erat dengan keberadaan negara-negara nasional.
Pengaturan secara umum mengenai perjanjian internasional terdapat dalam Konvensi Wina 1969 mengenai Hukum Perjanjian Internasional. Dalam pasal yang ditulis oleh Konvensi Wina pasal 2 ayat 1 huruf a menyebut bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum. Hukum internasional yang bersumber dari perjanjian internasional tersebut telah diratifikasi dalam hukum nasional. Perjanjian internasional telah diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional di mana pada pasal (1) ayat 1 menyebut bahwa
Perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
Ratifikasi Perjanjian Internasional ke dalam hukum nasional menjadi bukti bahwa perjanjian internasional dapat dilakukan oleh Indonesia. Kemudian, bagaimana apabila sebuah negara ingin melakukan perjanjian internasional? Bersamaan dengan menguatnya otonomi daerah, Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 juga telah mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam melakukan perjanjian internasional.
Pada UU No. 24 Tahun 2000 Pasal, menyebut bahwa:
Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen, maupun non departemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan menteri.
Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan perjanjian internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman delegasi Reoublik Indonesia.
Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan dari menteri, memuat hal-hal berikut:
Latar belakang permaslaahan;
Analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia;
Posisi Indonesia, sara, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
Perundingan rancangan suatu perjanjian internasipnal dilakukan oleh delegasi Repubulik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
UU No. 24 Tahun 2000 menjadi penentu bagaimana pemerintah daerah dapat melakukan perjanjain internasional. UU Nomor 37 Tahun 1999 mengatur secara terperinci mengenai aturan Hubungan Luar Negeri secara umum dan spesifik tentang hubungan dan kerja sama luar negeri. Kerja sama dari daerah merupakan bagian kerja sama luar negeri dalam pelaksanaanya mejadi tanggung jawab Menteri Luar Negeri secara umum. Kemudian, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah merupakan sebuah sistem yang terimplementasi untuk daerah Indonesia dengan menggunakan asas otonomi daerah yang seluas-luasnya. Asas ini berarti bahwa daerah mampu memberikan sebuah kontribusi yang lebih kepada negara sebagai actor dalam melakukan sebuah kebijakan. Adapun, tata cara pelaksanaan Perjanjian Internasonal oleh Pemerintah daerah dapat dilakukan berdasarkan Permenlu 09 tahun 2006.
Kedudukan pemerintah daerah dalam melakukan perjanjian internasional sebagai pelaksana teknis. Sementara itu, Kemlu berperan sebagai inisiator, informan, mediator, promotor, fasilitator, protektor, konsultan, dan negosiator dalam kerja sama luar negeri oleh Pemerintah Daerah.
Beberapa Pemerintah Daerah Indonesia telah melakukan perjanjian internasional, contohnya adalah program Sister City yang menjadi alat pembangunan kapasitas, pembelajaran, ekonomi dan pembangunan sosial di negara berkembang. Surabaya telah melakukan kerja sama sister-city dengan kota Busan di Korea Selatan. Kerja sama ini berfokus pada pembangunan ekonomi hingga pariwisata. Selain dengan pemerintah daerah dari negara lain, Makassar juga menandatanga ni MoU bersama Chief Executive Microsoft dalam membangun dan mengintegrasikan Makassar dengan daerah lainnya dengan bentuk ‘Smart City´ atau kota pintar. Konsep dari perjanjian kerja sama ini adlah merupakan wilayah berbasis teknologi yang sebelumnya telah diterapkan juga di Denmark dan Korea Selatan.
Pemerintah daerah dapat melakukan perjanjian internasional sesuai dengan sebagaimna tertera dalam pasal Undang-Undang mengenai Perjanjian Internasional. Provinsi atau Pemerintah daerah dapat menjadi sebuah non state actor dalam melakukan perjanjian internasional yang memungkinkan menjadi sebuah penentu kesepakatan perjanjian internasional berdasarkan prosedur-prosedur dan secara umum tetap menjadi tanggung jawab Kementerian Luar Negeri.